Rabu, 19 Desember 2012

‘Kesepian’kah???


Sering sekali aku mendengar nama warung kopi itu disebut, dilontarkan, diucapkan, dikatakan dan apalah namanya dari lidah anak-anak. Bahkan ada yang mengatakan itu sekret kedua, saking seringnya mereka kesana. Tapi aku hanya mempunyai satu sekret yaitu di SC lantai empat, tempat yang hampir setiap hari kunjungi sudah empat tahun terakhir ini.

Aku tak membenci tempat itu dan aku juga tak berharap tempat itu pindah ke suatu tempat yang jauh dari kampus. Hanya saja sesuatu yang tak terlihat didalam diriku menuntut agar aku tidak ke tempat itu. Itu bukan tempat terlarang bahkan itu tempat yang sangat umum juga digemari oleh banyak orang. Warung kopi dengan kopinya yang enak nan terjangkau tentu merupakan pilihan yang tepat untuk menghilangkan penat dan mengeluarkan ide-ide liar para anak muda.


Sejujurnya sudah dua hari ini aku merasakan sesuatu yang aneh. Biasanya saat kita ‘turun’ dan mereka memilih untuk kesana, aku merasa biasa saja. Tapi dua hari terakhir ini sejak adikku tidur di kos temannya karena air di kontrakan mati, jadi aku merasa harus mengungsi juga. Masalahnya semua temanku pergi ke warung kopi. Sehingga saat ini aku menunggu sendirian di rumah keduaku yang sepertinya akan kutinggalkan dalam waktu enam bulan lagi. Setelah mereka selesai ngopi baru aku ‘turun’ dan tidur di kos mereka. Bisa ditebak dengan mudah apa yang aku rasakan saat ini sehingga aku memilih mdncurahkan isi dalam hati dan otakku ke dunia maya. Blogging adalah pilihan yang tepat kurasa.

Sabtu, 08 Desember 2012


Sahabatku...
Beberapa tahun lalu kita dipertemukan di sebuah ruangan yang tidak terlalu besar, disanalah kedekatan itu mulai terjalin. Pada mulanya aku merencanakan kedekatan itu, aku ingin dekat dengan beberapa orang karena menurutku oran-orang itulah yang 'seharusnya' dekat denganku. Namun aku tak berhasil membuat kita menjadi satu, namun seiring berjalannya waktu, keinginanku yang tertunda justru terwujud. Semua itu terjadi secara natural dan tak terencana, semua mengalir begitu saja dalam waktu yang tidak singkat. Seperti kata orang jawa witing tresno jalaran soko kulino. seperti halnya persahabatan diantara kita, terjalin karna kita sering melakukan hal bersama-sama hingga terbiasa. Terjalin karena ada kecocokan, kenyamanan dan saling membutuhkan. Kita saling melengkapi satu sama lain.
Lagi, seiring dengan berjalannya waktu simpul yang baru terikat dua tahun itupun mulai terbuka. Entah siapa yang membukanya. Sekarang kau telah pergi bersama duniamu dan aku sibuk dengan duniaku sendiri. Bukan jarak yang memisahkan kita namun keakuanlah yang perlu dipertanyakan. Bata-bata mulai tersusun rapi yang akan menjadi tembok pemisah diantara kita. Saat ini aku melihat kau mulai melangkah pergi, perlahan menghilang dari hadapanku. Lidahku kelu untuk memanggilmu. Tangan dan kakiku mati rasa hingga tak bisa menahanmu untuk tetap disini bersamaku. Semua dikendalikan oleh ego yang telah merusak semuanya.
Sahabatku...
Semua terasa berbeda saat kau pergi. Hampa. Sepi. Banyak hal yang tak menarik lagi. Aku lebih memilih kehilangan orang yang aku suka daripada aku harus kehilangan sahabatku namun seolah aku tak punya pilihan. Keduanya menghilang dalam waktu yang bersamaan. Stop! Aku selalu mengatakan kau yang pergi menjauh namun mungkinkah itu hanya sebuah tameng? Apakah aku yang terlebih dahulu melonggarkan simpul yang sudah terikat erat itu? Ah, aku tak tau.
Saat ini hanya ada air mata dan kesedihan. Kau tau sobat, saat ini aku lupa cara membuat simpul. Namun aku berjanji padamu aku akan belajar lagi. Dan suatu saat nanti jika aku sudah mengingatnya lagi, maka aku akan berjalan menghampirimu kemudian mengikat kembali tali yang sudah terlepas itu. Aku akan memegang tanganmu erat agar kita tak terpisah lagi. Tapi aku tak tau kapan itu akan terjadi. Biarlah waktu yang menjawab, sama seperti dulu.
Terima kasih telah menjadi sahabatku.

Rabu, 05 Desember 2012

PAPA

Banyak sekali orang yang selalu bersemangat jika menceritakan tentang Ibu. Kelemah lembutan identik dengan sosoknya yang juga penyayang. Tidak hanya itu, Ibu biasanya menjadi penyemangat anak untu selalu menjadi yang terbaik karena biasanya Ibu yang lebih dekat  dengan anaknya terutama perempuan. Kepada Ibu kita mencurahkan isi hati atau sering kita dengar dengan kata curhat. Jika kita salah dan Ayah memarahi kita, Ibu dengan penuh iba meminta Ayah agar berhenti untuk memarahi atau menghukum kita. Tapi sesungguhnya diluar itu semua, Ayah sangat menyayangi kita namun beliau cenderung tidak bisa mengekspresikan rasa sayangnya tersebut.

Jika berbicara tentang sosok seorang Ayah yang biasa ku panggil Papa, banyak hal yang ingin ku tuliskan. Rasanya tidak akam habis semua lembaran kertas yang ada di bumi ini. Cinta Papa kepadaku dan adik-adikku sungguh besar, lebih besar dari bumi ini, lebih luas dari lautan dan lebih tinggi dari langit. Satu lagi, pernah dengar kalimat “cinta kasih ibu sepanjang jalan yang artinya tak berujung” hal ini tidak hanya berlaku untuk ibu kepada anaknya tapi begitu juga dengan Papa.
Papa adalah motivator terbaik dalam hidupku. Jika aku sedang jatuh, gagal dan sakit lalu mengingat Papa dengan begitu ada energi dalam jiwa yang mendorongku untuk bangkit kembali. Papa tak pernah berkata TIDAK untuk menolak keinginan kami walaupun itu membuat beliau susah. Jika Papa tidak bisa memberikannya, beliau selalu berkata insya Allah agar anak-anaknya tidak kecewa dan selalu berusaha untuk memenuhi semua itu walaupun harus bercucur keringat. Demi sebuah senyuman dari anaknya, Papa rela melakukan itu semua. Jika aku ingin melakukan sesuatu dan hal itu tidak disukai Papa, beliau lebih memilih untuk mengalah dengan memberikan pertimbangan yang bijak sebelum aku melakukannya.

Ingatanku melayang pada waktu aku masih mengenakan putih biru. Waktu itu aku dimasukkan ke pondok pesantren. Pada pertengahan kelas 2, aku minta untuk pindah sekolah. Awalnya Papa terus membujukku untuk terus lanjut hingga kelas 3 namun aku menangis sejadi-jadinya hingga Papa pun tak tega melihat airmataku dan mengijinkan untuk pindah ke Madrasah Tsanawiyah. Setahun kemudian, aku meminta hal yang membuat Papa sedih lagi yaitu melepas kerudung (diluar sekolah). Lagi-lagi permintaan yang sulit untuk dikabulkan sampai Papa meminta Bu’de untuk menasehatiku. Tapi karna waktu itu aku benar-benar sedang dirasuki setan sehingga aku tak mendengar omongan siapapun. Papa pun menangis dalam hatinya melihat aku mulai tak berkerudung lagi jika berada diluar sekolah.

Saat masuk SMA, Papa menginginkan aku untuk masuk pondok pesantren lagi namun baru sekali permintaan itu Papa ungkapkan, aku bahkan berkali-kali mengatakan TIDAK. Selama perjalananku sebagai remaja yang mencari jati diri, aku menemukan seseorang yang biasa disebut pacar. Selama aku menikmati masa itu, sering aku tidak berada di rumah karena sering bertemu dengan pacar dan teman-temanku. Saat itu aku tidak memikirkan Papa yang cemburu melihat aku bersama pria lain dan pastinya sedih ketika aku lebih nyaman berada di luar rumah daripada di rumahku sendiri. Mungkin saja waktu itu Papa memikirkan bagaimana cara agar rumah kita terasa nyaman sehingga para penghuninya betah berada di rumah.

Saat masuk kuliah, aku sangat sedih harus berpisah jauh dengan Papa karena aku memilih kuliah di Malang. Lebaran pertama tidak kurayakan di tanah kelahiranku Gorontalo bersama dengan keluargaku karena Papa meminta agar aku tidak pulang dulu dikarenakan biaya yang cukup mahal. Awalnya aku tidak bisa menerima dan merayu Papa agar bisa pulang walaupun hanya naik kapal laut namun Papa justru tidak mengijinkan karena takut dengan cuaca yang tidak bersahabat. Papa takut putrinya yang baru beranjak dewasa ini ‘kenapa-napa’. Aku tau Papa sedih ketika tidak bisa mengabulkan permintaanku untuk pulang namun apa daya. Setelah aku mulai menikmati masa menjadi mahasiswa rantau, aku sering sekali meminta kiriman uang bulanan diawal waktu dan Papa selalu mengabulkan ermintaanku. Papa tak tega melihat anaknya kelaparan di kampung orang.

Memasuki semester 5, aku mulai malas kuliah dan aku tidak memikirkan perasaan Papa sama sekali dan bagaimana susahnya Papa membanting tulang untuk anak-anaknya. Hal itu berlangsung hingga semester 6. Dan saat memasuki semester 7, aku mulai memperbaiki kuliah dan mengambil semester pendek dan otomatis waktu itu aku merogoh kantong Papa LAGI.. Tidak berhenti sampai disitu, saat aku KKN bertepatan dengan wisuda magister Papa di UGM dan aku ingin sekali datang. Aku berniat untuk menunda KKN hanya karena ingin liburan bersama keluarga di Jogja. Aku meminta ijin pada Papa akan hal ini namun lagi-lagi Papa tidak menolak keinginanku tapi dengan berat hati Papa mengatakan pilihlah yang menurutku baik untuk saat ini dan kedepannya. Sebenarnya dari perkataan Papa aku tau bahwa beliau ingin aku ikut KKN saja, bukan karena tidak ingin bertemu denganku tapi Papa ingin aku cepat menyelesaikan studiku terutama karena aku anak pertama. Awalnya aku memutuskan untuk menunda KKN tapi karena tanteku mengatakan sesuatu yang menghantam hatiku tentang keadaan Papa akhirnya aku memutuskan untuk mengikutinya. Aku mulai menyadari bahwa aku sering membuat Papa sedih.

Hingga saat ini aku memasuki semester 9, aku masih saja meminta uang untuk Papa untuk hal-hal yang tidak begitu penting. Papa menginginkan aku lulus tepat waktu kemudian melanjutkan sekolah lagi namun samapi saat ini aku belum juga memberikan apa yang Papa inginkan. Aku bahkan sempat menolak keinginan Papa untuk sekolah lagi. Namun saat ini apapun yang Papa inginkan akan kulakukan. Aku memang berbeda dengan adikku yang selalu membuat Papa bangga dengan prestasinya dan  jarang meminta uang. Sampai detik ini belum ada yang bisa kuberikan untuk Papa. Papa selalu menjadi motivator yang setia untukku walapun tidak secara langsung.
Papa, aku janji akan memberikan sesuatu yang dapat membuatmu tersenyum walau hanya secuil saja. Jika aku bisa mengukir senyuman dibibirmu walau hanya sedikit, maka kebahagiaan yang tak terkira akan terukir dihatiku. Aku tidak akan pernah melupakan senyumanmu yang tercipta karenaku.

I love you Papa.