MENIKMATI HAL YANG KU BENCI
Saat aku masih semester ‘muda’, aku mendengar
cerita tentang KKN atau kuliah kerja nyata. Ini wajib dilakukan sebagai
persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana. Berbeda dengan skripsi, KKN adalah
berkegiatan di lapang dengan menjunjung tinggi almamater dan mengabdikan diri
pada masyarakat.
Beberapa dari seniorku di organisasi yang sudah
melewati masa KKN menceritakan bahwa tak ada kegiatan bermanfaat yang dilakukan
saat KKN. Bahkan ada yang bilang KKN adalah proses pembodohan karena hanya
kebanyakan tidur-tiduran saja sehingga membuang-buang waktu selama sebulan yang
seharusnya kita pergunakan untuk hal lain. Yang lain juga mengatakan bahwa
kegiatan organisasi dalam rana bakti sosial yang hanya selama seminggu lebih
bagus hasilnya daripada kegiatan KKN itu. Intinya adalah KKN itu tidak penting!
Karena hanya cerita buruk yang kudengar tentang
KKN sehingga mindsetku juga terbentuk seperti itu. Aku tidak ingin KKN tapi
berhubung wajib jadi itu terpaksa ku lakukan. Sehingga waktu koordinasi untuk
menyiapkan segala sesuatu untuk KKN, aku beberapa kali tidak datang dengan
alasan yang sengaja ku buat-buat. Terkadang aku lebih memilih didenda Rp 5.000
dibanding harus ikut koordinasi. Aku benar-benar sedikit frustasi jika mengigat
aku akan KKN, apalagi aku tidak akan bertemu dengan teman-temanku selama satu
bulan. Padahal banyak tempat yang bisa kita kunjungi saat liburan nanti. Kita
bisa menyusuri Goa di Malang selatan, ke tebing lebih Kera atau ke Gunung yang
dekat-dekat saja seperti panderman atau cemoro kandang dan yang tepenting kita
bisa melakukan semua itu bersama-sama. Ditambah lagi, jadwal Papa wisuda S2 di
Jogja bertepatan dengan jadwal KKNku. Aku tentu ingin sekali hadir saat itu
dimana keluargaku berkumpul menjadi satu dan bertamasya di kota yang ingin sekali
aku kunjungi pula! Bagaimana aku tidak ingin menunda KKNku kalau sudah begitu?
Aku berniat menunda KKN sampai semester depan, aku
sudah menyampaikan hal ini pada Papa dan jawaban Papa adalah terserah padaku,
pilihlah mana yang lebih penting. Tapi aku tau sebenarnya Papa lebih ingin aku
KKN agar cepat selesai kuliahnya tapi karna Papa adalah orang yang jarang
sekali menolak keinginan anaknya sehingga memberikan jawaban seperti itu.
Beberapa hari setelah aku meminta ijin pada Papa untuk menunda KKN, tanteku
menelpon dan menasehatiku. Pembicaraan dengan tanteku ditelepon membuat hatiku
tersentuh sehingga aku tidak jadi menunda KKN dan ‘terpaksa’ ikhlas untuk tidak
liburan bersama dengan keluarga di kota yang sering dikunjungi para turis itu!
Waktu berangkat ke lokasi telah tiba. Aku berangkat
dengan berat hati dan berharap hal ini cepat selesai sehingga aku cepat kembali
ke Malang. Desa tempatku KKN cukup terpencil dan harus melewati jalanan yang
rusak parah. Signal tak begitu bagus. Tidak ada mini market dan
pasar di desa itu. Untuk pergi ke pasar dan mini market sebenarnya hanya
membutuhkan waktu 20 menit menggunakan motor tapi melewati jalan yang rusak.
Seminggu pertama, aku belajar beradaptasi mulai
dari makanan, teman-teman baru, kegiatan-kegiatannya, everything. Melewati hari-hari selama seminggu rasanya sangat lama
karena kegiatan yang dijalankan baru beberapa saja. Namun memasuki minggu kedua,
jadwal kami cukup padat terlebih aku dan teman-teman dibidang pendidikan yang
mengajar hampir setiap hari di pagi dan sore. Sekolah di desa itu hanya ada
satu dan muridnya ada hanya sembilan puluh empat siswa dalam satu sekolah! Ruang
kelas kecuali kelas enam, harus disekat karena digunakan oleh dua kelas
sekaligus. bangunannya pun cukup memprihatinkan. Murid-murid banyak yang tidak
memakai sepatu dan setiap hari senin tidak ada acara bendera. Kami sangat
kasihan dengan kondisi anak-anak itu tapi sangat kagum dengan semangat belajar
mereka yang membuat kami lewalahan menghadapinya. Karena disaat hujan deras pun mereka tetap akan
datang untuk bimbingan belajar. Pelajaran dimulai jam tiga, mereka datang jam
dua. Melihat semangat mereka yang begitu membara, aku mulai betah dengan
‘kegiatan’ ini ditambah teman-teman yang sepemikiran denganku dan mengasyikkan.
Kami tidak mempermasalahkan lagi soal mini market
yang jauh karena teman-teman cowok sering sekali ke kecamatan untuk mengurus
beberapa hal atau hanya sekedar main game sehingga kami sering menitip
dibelikan cemilan. Terkadang kami
pun, membeli sendiri sehingga kami tak pernah kekurangan cemilan. Masalah signal
yang terkadang hilang pun, juga tak ku permasalahkan lagi. Setidaknya aku masih
bisa facebookan walaupun harus
menunggu dengan penuh kesabaran.
Kami sangat cepat akrab dengan anak-anak kecil
yang ada disana. Warga sekitar juga senang dengan kehadiran kami. Suasana
pedesaan yang masih asri dan orang-orangnya membuat aku tambah betah disana.
Ketika masuk minggu ketiga, hari-hari terasa
begitu cepat. Berbalik dengan sebelumnya, aku ingin sekali memperlambat waktu
dan memperpanjang masa KKN. Kami melakukan banyak hal, tidak hanya mengajar
tapi juga memberikan apa yang bisa kami berikan untuk masyarakat terutama
anak-anak kecil. Aku merasa nyaman dengan teman-teman sekamarku, aku diterima. Aku
selalu dihargai. Banyak
sekali pelajaran yang aku dapatkan disana dan tidak aku dapatkan sebelumnya.
Aku sudah menikmati hal yang awalnya ku benci.
Waktu untuk kembali ke Malang pun hampir tiba,
kami menggelar acara
perpisahan bertempat
di masjid sekaligus pengajian dengan warga dan murid-murid kami tentunya. Serta
ada pentas kecil-kecilan dari para murid. Selesai acara, adegan mengharukan terjadi.
Salah seorang murid berkata lebih baik kami tak pernah bertemu mereka daripada
harus berpisah seperti ini. Ada beberapa murid yang menawarkan untuk tinggal
dirumahnya, juga ada beberapa murid yang ingin ikut kami ke Malang. Sungguh
lucu anak-anak itu sehingga kami berat untuk meninggalkan mereka.
Saat kami berpamitan di sekolah, airmata tak bisa
dibendung sehingga keluar dari mata kami. Sekolah seperti menjadi sarang tawon,
yang terdengar hanya suara tangisan. Bahkan ada siswa yang sampai memegang kaki
salah seorang temanku, memohon untuk tidak meninggalkan mereka. Anak yang
paling nakal di sekolah itu justru dia yang paling banyak mengeluarkan airmata.
Akhirnya salah seorang temanku mengajak kami untuk kembali ke posko agar adegan
mengharukan itu tak berlarut-larut. Hari itu
aku
mendapat banyak kado dan surat dari murid-muridku. Kami juga mendapatkan buah tangan
dari kepala sekolah.
Waktunya tiba untuk kembali ke Malang, banyak
murid yang meninggalkan sekolah hanya untuk melihat kami pergi tapi setelah
dibujuk oleh temanku akhirnya mereka mau kembali ke sekolah. Kami pun
benar-benar harus meninggalkan desa itu, kami menaiki truk yang akan membawa
kami sampai ke kecamatan. Pak kades dan bu kades juga ikut menitikkan
airmatanya. Saat kami melewati sekolah, anak-anak itu sudah menunggu di gerbang
sekolah, mengantar kepergian kami dengan tangisan. Aku tak kuasa untuk tidak
menangis karena aku begitu sedih harus berpisah dengan mereka. Truk pun melaju
hingga sosok-sosok calon pemimpin masa depan itu tak terlihat
dan entah kapan aku akan bertemu lagi dengan mereka.
Banyak sekali pelajaran yang aku dapatkan dari
sesuatu awalnya tak kuinginkan bahkan ku benci dan kuremehkan. Pelajaran lain yang terpenting
adalah jangan meremehkan sesuatu yang belum pernah kita jalani hanya karena
kita mendengar cerita yang tidak menyenangkan tentangnya dari orang lain. Satu
hal lagi, tidak usah kita menganggap apa yang kita jalani atau yang kita punya
itu yang paling baik karena dunia ini sangat luas, banyak hal yang bisa didapatkan
dari tempat atau hal kecil sekalipun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar