Senin, 29 Oktober 2012

MENIKMATI HAL YANG KU BENCI

Saat aku masih semester ‘muda’, aku mendengar cerita tentang KKN atau kuliah kerja nyata. Ini wajib dilakukan sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana. Berbeda dengan skripsi, KKN adalah berkegiatan di lapang dengan menjunjung tinggi almamater dan mengabdikan diri pada masyarakat.
Beberapa dari seniorku di organisasi yang sudah melewati masa KKN menceritakan bahwa tak ada kegiatan bermanfaat yang dilakukan saat KKN. Bahkan ada yang bilang KKN adalah proses pembodohan karena hanya kebanyakan tidur-tiduran saja sehingga membuang-buang waktu selama sebulan yang seharusnya kita pergunakan untuk hal lain. Yang lain juga mengatakan bahwa kegiatan organisasi dalam rana bakti sosial yang hanya selama seminggu lebih bagus hasilnya daripada kegiatan KKN itu. Intinya adalah KKN itu tidak penting!
Karena hanya cerita buruk yang kudengar tentang KKN sehingga mindsetku juga terbentuk seperti itu. Aku tidak ingin KKN tapi berhubung wajib jadi itu terpaksa ku lakukan. Sehingga waktu koordinasi untuk menyiapkan segala sesuatu untuk KKN, aku beberapa kali tidak datang dengan alasan yang sengaja ku buat-buat. Terkadang aku lebih memilih didenda Rp 5.000 dibanding harus ikut koordinasi. Aku benar-benar sedikit frustasi jika mengigat aku akan KKN, apalagi aku tidak akan bertemu dengan teman-temanku selama satu bulan. Padahal banyak tempat yang bisa kita kunjungi saat liburan nanti. Kita bisa menyusuri Goa di Malang selatan, ke tebing lebih Kera atau ke Gunung yang dekat-dekat saja seperti panderman atau cemoro kandang dan yang tepenting kita bisa melakukan semua itu bersama-sama. Ditambah lagi, jadwal Papa wisuda S2 di Jogja bertepatan dengan jadwal KKNku. Aku tentu ingin sekali hadir saat itu dimana keluargaku berkumpul menjadi satu dan bertamasya di kota yang ingin sekali aku kunjungi pula! Bagaimana aku tidak ingin menunda KKNku kalau sudah begitu?
Aku berniat menunda KKN sampai semester depan, aku sudah menyampaikan hal ini pada Papa dan jawaban Papa adalah terserah padaku, pilihlah mana yang lebih penting. Tapi aku tau sebenarnya Papa lebih ingin aku KKN agar cepat selesai kuliahnya tapi karna Papa adalah orang yang jarang sekali menolak keinginan anaknya sehingga memberikan jawaban seperti itu. Beberapa hari setelah aku meminta ijin pada Papa untuk menunda KKN, tanteku menelpon dan menasehatiku. Pembicaraan dengan tanteku ditelepon membuat hatiku tersentuh sehingga aku tidak jadi menunda KKN dan ‘terpaksa’ ikhlas untuk tidak liburan bersama dengan keluarga di kota yang sering dikunjungi para turis itu!
Waktu berangkat ke lokasi telah tiba. Aku berangkat dengan berat hati dan berharap hal ini cepat selesai sehingga aku cepat kembali ke Malang. Desa tempatku KKN cukup terpencil dan harus melewati jalanan yang rusak parah. Signal tak begitu bagus. Tidak ada mini market dan pasar di desa itu. Untuk pergi ke pasar dan mini market sebenarnya hanya membutuhkan waktu 20 menit menggunakan motor tapi melewati jalan yang rusak.
Seminggu pertama, aku belajar beradaptasi mulai dari makanan, teman-teman baru, kegiatan-kegiatannya, everything. Melewati hari-hari selama seminggu rasanya sangat lama karena kegiatan yang dijalankan baru beberapa saja. Namun memasuki minggu kedua, jadwal kami cukup padat terlebih aku dan teman-teman dibidang pendidikan yang mengajar hampir setiap hari di pagi dan sore. Sekolah di desa itu hanya ada satu dan muridnya ada hanya sembilan puluh empat siswa dalam satu sekolah! Ruang kelas kecuali kelas enam, harus disekat karena digunakan oleh dua kelas sekaligus. bangunannya pun cukup memprihatinkan. Murid-murid banyak yang tidak memakai sepatu dan setiap hari senin tidak ada acara bendera. Kami sangat kasihan dengan kondisi anak-anak itu tapi sangat kagum dengan semangat belajar mereka yang membuat kami lewalahan menghadapinya. Karena disaat hujan deras pun mereka tetap akan datang untuk bimbingan belajar. Pelajaran dimulai jam tiga, mereka datang jam dua. Melihat semangat mereka yang begitu membara, aku mulai betah dengan ‘kegiatan’ ini ditambah teman-teman yang sepemikiran denganku dan mengasyikkan.
Kami tidak mempermasalahkan lagi soal mini market yang jauh karena teman-teman cowok sering sekali ke kecamatan untuk mengurus beberapa hal atau hanya sekedar main game sehingga kami sering menitip dibelikan cemilan. Terkadang kami pun, membeli sendiri sehingga kami tak pernah kekurangan cemilan. Masalah signal yang terkadang hilang pun, juga tak ku permasalahkan lagi. Setidaknya aku masih bisa facebookan walaupun harus menunggu dengan penuh kesabaran.
Kami sangat cepat akrab dengan anak-anak kecil yang ada disana. Warga sekitar juga senang dengan kehadiran kami. Suasana pedesaan yang masih asri dan orang-orangnya membuat aku tambah betah disana.
Ketika masuk minggu ketiga, hari-hari terasa begitu cepat. Berbalik dengan sebelumnya, aku ingin sekali memperlambat waktu dan memperpanjang masa KKN. Kami melakukan banyak hal, tidak hanya mengajar tapi juga memberikan apa yang bisa kami berikan untuk masyarakat terutama anak-anak kecil. Aku merasa nyaman dengan teman-teman sekamarku, aku diterima. Aku selalu dihargai. Banyak sekali pelajaran yang aku dapatkan disana dan tidak aku dapatkan sebelumnya. Aku sudah menikmati hal yang awalnya ku benci.
Waktu untuk kembali ke Malang pun hampir tiba, kami menggelar acara perpisahan bertempat di masjid sekaligus pengajian dengan warga dan murid-murid kami tentunya. Serta ada pentas kecil-kecilan dari para murid. Selesai acara, adegan mengharukan terjadi. Salah seorang murid berkata lebih baik kami tak pernah bertemu mereka daripada harus berpisah seperti ini. Ada beberapa murid yang menawarkan untuk tinggal dirumahnya, juga ada beberapa murid yang ingin ikut kami ke Malang. Sungguh lucu anak-anak itu sehingga kami berat untuk meninggalkan mereka.
Saat kami berpamitan di sekolah, airmata tak bisa dibendung sehingga keluar dari mata kami. Sekolah seperti menjadi sarang tawon, yang terdengar hanya suara tangisan. Bahkan ada siswa yang sampai memegang kaki salah seorang temanku, memohon untuk tidak meninggalkan mereka. Anak yang paling nakal di sekolah itu justru dia yang paling banyak mengeluarkan airmata. Akhirnya salah seorang temanku mengajak kami untuk kembali ke posko agar adegan mengharukan itu tak berlarut-larut. Hari itu aku mendapat banyak kado dan surat dari murid-muridku. Kami juga mendapatkan buah tangan dari kepala sekolah.
Waktunya tiba untuk kembali ke Malang, banyak murid yang meninggalkan sekolah hanya untuk melihat kami pergi tapi setelah dibujuk oleh temanku akhirnya mereka mau kembali ke sekolah. Kami pun benar-benar harus meninggalkan desa itu, kami menaiki truk yang akan membawa kami sampai ke kecamatan. Pak kades dan bu kades juga ikut menitikkan airmatanya. Saat kami melewati sekolah, anak-anak itu sudah menunggu di gerbang sekolah, mengantar kepergian kami dengan tangisan. Aku tak kuasa untuk tidak menangis karena aku begitu sedih harus berpisah dengan mereka. Truk pun melaju hingga sosok-sosok calon pemimpin masa depan itu tak terlihat dan entah kapan aku akan bertemu lagi dengan mereka.
Banyak sekali pelajaran yang aku dapatkan dari sesuatu awalnya tak kuinginkan bahkan ku benci dan kuremehkan. Pelajaran lain yang terpenting adalah jangan meremehkan sesuatu yang belum pernah kita jalani hanya karena kita mendengar cerita yang tidak menyenangkan tentangnya dari orang lain. Satu hal lagi, tidak usah kita menganggap apa yang kita jalani atau yang kita punya itu yang paling baik karena dunia ini sangat luas, banyak hal yang bisa didapatkan dari tempat atau hal kecil sekalipun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar